Rabu, 13 Oktober 2010

ASAS UNIVERSAL

Oleh : Helen Sari Uliana
BAB I
PENDAHLUAN

A.     Latar Belakang
Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum. Dan yang menjadi tinajuannya mengenai hukum pidana yang inti pokoknya dilakukan dari sudut pertanggung jawaban manusia itu yang dapat dikenakan saksi hukum jika seseorang melanggar peraturan pidana,sebagai akibatnya orang tersebut dapat dipertangung jawabkan mengenai perbuatannya itu sehingga ia dapat dikenakan sanksi hukum.
Hukum pidana merupakan suatu bentuk hukum yang mengatur tentang pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum. Perbuatan itu diancam dengan hukum yang berupa penderitaan dan penyiksaan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertin dan dasar hukum asas universal
2.      penerapan asas universal.

C.     Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum asas universal
Untuk mengetahui penerapan asas universal.










BAB II
PEMBAHASAN


Asas berlakunya Undang-Undang Hukum Pidana menurut tempat, dapat dibedakan menjadi empat asas, yakni asas teritorial (terri toriali teits be inset), asas nasional aktif, asas nasional pasif dan asas universal, menurut POMPE yang mendasar sifat hukum pidana adalah melindu ngi, maka asas perlindungan menjadi sumber dari semua asas-asas, oleh karena itu keempat asas itu dapat dipersatukan menjadi satu asas perlindungan untuk kepentingan kewibawaan dari setiap subyek hukum yang harus dilindungi.

1.      Pengertian dan Dasar Hukum Asas Universal
Berlakunya Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkan asas hukum menurut tempat, ditegaskan dalam pasal 2-9 KUHP yang mengandung asas teritorial, asas nasional aktif, asas nasional pasif, dan asas universal, berikut ini akan di uraikan mengenai asas-asas itu.
a)      Asas teritorial
Hukum pidana belaku di negaranya sendiri. Ini merupakan yang paling pokok dan juga merupakan asas yang paling tua. Asas wilayah ini menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan delik di wilayah Negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hukum pidana itu. Yang menjadi patokan ialah tempat dan wilayah sedangkan orangnya tidak dipersoalkan.
Asas teritorial ini tercantum didalam pasal 2 KUHP yang berbunyi: “Ketentutan pidana perundang-undangan indonesia ditetapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu delik di Indonesia”. Menurut pasal ini berlakunya undang-undang hukum pidanan dititik beratkan pada tempat pertautan diwilayah Negara Indonesia dan tidak mensyaratakan bahwa si pembuat harus berada diwilayah, tetapi cukup dengan bersalah dengan melakukan perbuatan pidana yang terjadi diwilayah Indonesia.
b)      Asas Nasional Aktif
Asas nasional aktif bertumpu pada kewarganegaraan pembuat hukum pidana mengikuti kewarganegaraannya kemanapun ia berada. Inti asas ini tercantum di pasal 5 KUHP:
1)      Ketentuan hukum, pidana dalam hukum undang-undang Indonesia ditetapkan bagi warga Negara yang di luar Indopnesia melakukan:
1.      Salah satu kejatahan tersebut dalam Bab 1 dan buku kedua dan pasal 160, 161, 240, 279, 450, 451.
2.      salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidanan dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidanan
2)      Penentuan perkara sebagaimana dimaksud dalam Butir 2 dapat dilakukan juga jika berdakwah menjadi warga Negara Indonesia sesudah melakukan perbuatan.
Pasal 5 ayat ke-1 menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang indonesia diluar negeri maka berlakulah hukum pidana Indonesia. Tidak menjadi masalah apakah kejahatan-kejahatan tersebut juga diancam pidana oleh Negara tempat perbuatan itu dilakukan. Sedangkan ketentuan di dalam pasal 5 ayat 1 ke-2 bermaksud agar orang Indonesia yang melakukan kejahatan di luar negeri jangan sampai lolos dari hukum pidana.
Asas ini berdasarkan pada kedaulatan Negara. Setiap Negara yang berdaulat dapat mengharapkan kepada setiap warganya untuk tunduk kepada undang-undang negara dimanapun ia berada. Dalam hubungan ini, bahwasanya undang-undang dari pada Negara yang berdaulat senantiasa mengikuti warganya.

c)      Asas nasional Pasif
Asas nasional pasif adalah asas yang menyatakan berlakunya undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara bagi setiap orang, warga Negara atau orang asing ang melangar kepentingan hukum Indonesia, atau melakukan perbatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional Indonesia di luar negeri.
Asas nasional pasif diatur dalam
Pasal 4    : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia
1.      Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111, pada ke-1, 127 dan 131
2.      Pemalsuan surat hutang atau sertiifikat hutang atas tanggungan Indonesia.
Pasal 8    : “Ketentuan pidanan dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhkoda dan penumpang perahu Indonesia yang diluar Indonesia
Dasar hukum dari asa nasional pasif adalah, tiap-tiap Negara yang berdaulat pada umumnya berhak untuk melindungi kepentingan hukumnya, walpun kepentingan hukum. Dengan demikian, undang-undang hukum pidanan Indonesia dapat diperlukan terhadap siapapun, baik warga Negara maupun bukan warga Negara yang melakukan pelanggaran terhadap kepentingan hukum Negara Indonesia dimanapun dan terutama di luar negeri. Misalnya melakukan kejahatan penting terhadap kemanan Negara erta kepala Negara Indonesia(pasal 104-108 KUHP).

d)      Asas universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidanan dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia.
Asas ini diatur dalam pasal 4 sub ke-2 KUHP: “Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, ataupun mengenai materi yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia.”
Juga dalam pasal 4 sub ke-4 yang berbunyi “Melakukan salah satukejahatan yang ditentukan dalam pasal 438, 444-446 tentang perampokan di laut dan yang ditentukan dalam pasal 447 tentang penyerahan alat playar kepada perampok laut.
2.      Penerapan Asas Universal
Asa ini melihat hukum pidanan berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan ruang orang, yang dilindungi disini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan menurut asas ini sangat berbahay tidak hanya dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas. Disini kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagipada tempat terjadinya derik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
Sebagaimana diterangkan diatas, asas ini diatur dalan pasal 4 kutip,yaitu dalam :
a.       Ayat 2 :mengenai kejahatan pemalsua uang.
b.      Ayat 4 :mengenai kejahatan pembajakan laut, pembajakan pantai dan pembajakan sungai.
Kejahatan ini dianggap melanggar kepentingan hukum seluruh dunia, sebab keperkapalan adalah salah satu usaha untuk melancarkan perdagangan, sehinggah dianggapa perlu untuk melindungi kepentingan hukum yang terletak pada usaha menyelenggarakan perkapalan.
      Arti dari perahu (vearkuing) adalah setiap kendaraan di air yang dapat berlayar atau dugerakkan, sekali golingan kapal dan sebagainya tidak termasuk kapal perang atau kapal dagang. Di dalam undang-undang hanya menentukan syarat-syarat apa saja sebagai perahu Indonesia sesuai dengan pasal 95 KUHP dan disamping itu ada kapal (schepen) sebagai jenis yang mempunyai pengertian khusus, sehinggah apa yang diartikan perahu itu diserahkan kepada perkembangan ilmu pengetahuan.
      Pasal 95 KUHP” yang disebut kapal Indinesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pos kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pos kapal di Indinesia.
      KUHP tidak merumuskan apa yag dimaksud dengan “veartuing” tapi dalam  ahasa Belanda mengandung suatu perumusan yang sangat luas. Yang diangap veartuing itu mesalnya schepen, dok mengembang, dan kapal layer.
      Pasal 1 undang-undang no 4 tahun 1976,selai menguah pasal 3 kutip juga mengubah dan menambah pasal 4 sub 4, sehinggah berbunyi :” salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal 438,444 dengan pasal 440 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan ari kepada bajak laut dan pasal 479 hurup 2 tentang penguasaan udara secara melawan hukum, pasal 479 hurup M N dan O tentang kejahatan yang mengancam keselamat penerbangan si[il.
      Dalam undang-undanh no 4 tahun 1976, diciptakan juga delik beru tentang penerbangan yaitu Bab XXIX A dari pasal 479a – 479 b,mengenai kejahatan mata uang dapat dikatakan sebagai hukum internasioanl yang didasarka pada konverensi Jenewa 1929.
      Batas wilayah menurut hukum internasional meliputi daratan atau pulau-pulau yang mendapat pengakuan, perairan laut sepanjang pantai sejauh 3 mil dan udara diatas daratan termasuk perairan laut.
      Pembajakan yang dilakukan oleh seorang warga di luar negeri itu dapat dilakukan menurut kitab undag-undang pidana. Negara asal, harus merupakan misdriaf (kegiatan), perubahan itu juga harus dilarang dan diancam dengan hukuman ileh undan-undag Negara dimana dimana warga Negara itu berada.
Ø      Yuridiksi Negara atas kapal yang memakai memakai Benderanya di laut bebas.
Laut bebas merupakan Resnellius dan kecuali apa bila terdapat aturan-aturan pengecualian dan batas-batas yang ditetapkan untuk kepentingan Negara-negara, laut lepas tidak termasuk ke dalam wilayah Negara manapun.
Negara-nagar pada umumnya memandang kapal-kapal yang terdaftar sama seperti wilayah Negara tersebut dan meilki nasioalitet dari Negara itu, sihingah Negara yang bersangkutan dapat melakukanyuridiksinya atas kapal-kapal mereka di laut lepas.
Didalam konvesi tentang laut lepas 1958, hal ini diatur dalam pasal 6 yang menetukan bahwa kapal-kapal berlayar hanya dengan memakai bendera dari satu Negara saja dan berada sepenuhnya dibawah yuridiksi di lau lepas. Kemudian dalam pasal 11 ayat 1 dari konversi tentang laut lepas 1958 tersebt mengemukakan bahwa di dalam hal terjadinya tubrukan atau musibah lainnya atas pelayaran kapal di laut lepas yang berkaitan dengan pertangung jawaban dipidana atau disiplin dari kapten kapal atau orang lain yang sedang bertugas di kapal, tidak ada tuntutan pidana atau disiplin yang dapat dilakukan terhadap orang tersebut, kecuali di depan pengadilan atau penguasa asministratif dari Negara yang memiliki atau dari Negara dimana orang-orang tersebut adalah warga Negara.
Ø      Pengecualian terhadap asas universal
Pasal 2-5, 7 dan 8 KUHP berlaku dengan pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Ketentuan semacam ini tersimpul dari pasal 9 KUHP yang membatasi kekuatan berlakunya hukum sesuatu Negara. Dengan demikian adanya suatu pengecualian di kenal dalam hukum antar Negara.
Adapun menurut pengecuali itu KUHP tidak diperlukan terhadap
1)      Utusan atau wakil-wakil diplomatic Negara asing yang berada di Negara. Yang termasuk golong ini
a.       Duat
b.      Utusan
c.       Staf pegawai mereka
d.      Keluarga mereka
Terhadap orang-orang golongan ini berlaku undang-undang hukum pidana dari Negara asalnya.
2)      Kepala Negara asing yang berada dalam wilayah Negara kita dengan persetujuan pemerintah kita.
3)      Perwakilan
Censul tidak termasuk perwakian diplomatic dan terhadap dirinya dapat diperlukan KUHP Negara di mana ia ditempatkan, mereka itu pada umumnya mewakili Negaranya dalam urusan perdagangan / perniagaan.

4)      Anak buah kapal asing
Anak buah kapal perang asing yang dengan persetujuan pemerintah Indonesia. Ketentuan ini juga berlaku apabila mereka di daratan, berarti, bahwa kapal perang itu dianggap sebagai bagian daripada wilayah Negara darimana kapal itu berada.
Lain halnya dengan kapal dagang, walaupun pasal 3 dihubungkan dengan setiap isi teritor namun ketentuan itu hanya berlaku terhadap kapal perang. Apabila anak buah kapal dagang Indonesia di Negara asing melakukan kejahata dapat diperlakukan undang-undang hukum pidana Negara asing.




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat dibedekan menjadi 4 yakni, asas territorial, asas nasional aktif, nasional fasip dan asas universal. Asas territorial perudang-undangan hukum pidanan berlaku bagi semua perbuatan pidanan yang terjadi di wilayah Negara baik oleh warga Negara atau orang asing, asas nasional aktif, tiap orang indonesia baik di dalam ataupun di luar negeri dikenakan hukum pidana Indonesia. Asas nasional pasif berlakunya undang-undang pidanan di luar wilayah Negara baik sebagai warga atau orang asing, sedangkan asas universal adalah asas yang menyatakan hubungan hukuman bagi internasional.
Dalam penerapan asas universal, adanya kejahatan mengenai penerbangan juga adanya yuridiksi hukum yang berlaku di laut lepas yang menyatakan bahwa  kapal yang berbendera Indonesia di lautan lepas berlakunya hukum Indonesia
Dalam asas universal juga adanya pengecualian terhadap pemberlakuan hukum pidana bagi utusan atau wakil diplomatic asing, kepala Negara asing, perwakilan, anak buah kapal asing, anak buah kapal perang.












DAFTAR PUSTAKA


Cansil. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Bal;ai PUstaka
Poernomo, Bambang. 1985. Azas-Azas Hukum Pidanan: Jakarta: Ghalia Indonesia
Zini, Muderis. 1987. Ikhtisar Tata Hukum Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional
Kartanegara, Satochid. Hukum PIdana Bagian I. Balai Lektor Mahasiswa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar